Jakarta, CNN Indonesia — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, yakni US$7,56 miliar pada April 2022.
“Ini adalah rekor baru dan ini tertinggi, sebelumnya pada Oktober 2021 yaitu sebesar US$5,74 miliar. Jadi surplus ini (tertinggi) sepanjang sejarah,” ungkap Kepala BPS Margo Yuwono saat konferensi pers secara daring, Selasa (17/5).
Surplus terjadi karena kinerja ekspor ‘tokcer’, di mana realisasinya naik 3,11 persen secara bulanan menjadi US$27,32 miliar. Sementara realisasi impor justru turun 10,01 persen menjadi US$19,76 miliar.
Margo mengatakan surplus ini terjadi karena ada kenaikan harga sejumlah komoditas, misalnya harga CPO yang naik 56 persen secara tahunan. Begitu juga dengan harga batu bara yang melejit 238 persen, minyak mentah 65 persen, gas alam 350 persen, timah 51 persen, nikel 100 persen, dan kopi 39 persen.
Selain itu, ada juga peningkatan realisasi ekspor dari beberapa komoditas lain.
“Penyumbang surplus terbesar lemak dan minyak hewan nabati dan bahan bakar mineral,” ujar Margo.
Intinya, ada peningkatan permintaan komoditas nasional dari pasar dunia. Namun, ini bukan hal yang tiba-tiba terjadi.
Sebab, permintaan ekspor yang tinggi sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir. Hasilnya, neraca dagang pun mencatatkan surplus.
“Kalau diperhatikan surplus ini beruntun selama 24 bulan,” ucap Margo.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu mengatakan Indonesia berhasil mengantongi surplus dagang karena tingginya realisasi ekspor. Hal ini terjadi karena tren positif harga komoditas di pasar dunia dalam beberapa waktu terakhir, khususnya komoditas non migas.
Menurut dia, realisasi ini tak lepas dari sumber daya alam Indonesia yang begitu besar, keseriusan pemerintah dalam mengelola industri hilir. Hal ini membuat barang yang diekspor memiliki nilai tambah.
“Ini bukti nyata perbaikan struktur ekonomi yang fundamental,” kata Febrio.
Di sisi lain, kenaikan harga komoditas terjadi karena perang Rusia-Ukraina semakin panas.
“Di satu sisi, kenaikan harga komoditas global membawa dampak positif bagi ekspor kita, khususnya terkait komoditas energi, mineral, dan logam, di mana Indonesia mengekspor dalam jumlah besar sehingga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia,” jelas Febrio.
Pemerintah pun berharap surplus neraca dagang bisa lebih besar lagi ke depan. Sebab, hal ini bisa memberi kontribusi yang lebih bagi perekonomian nasional.
“Sehingga diharapkan dapat menjaga momentum pemulihan energi,” tutup Febrio.