Pemerintah dan aparat penegak hukum dituntut untuk segera memberantas aksi pungutan liar (pungli) yang sudah membudaya di pelabuhan-pelabuhan besar.
Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, aksi pungli di pelabuhan besar seperti Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, bisa menyentuh angka Rp 7 miliar per bulan.
“Dalam sehari lebih dari 300 armada truk ODOL keluar dari Kawasan Pelabuhan Tanjung Intan. Transaksi pungli paling sedikit sekitar Rp 7 miliar per bulannya di kawasan pelabuhan ini,” kata Djoko dalam keterangannya, Rabu (23/6/2021).
Lanjut Djoko, alur pungutan liar dan truk ODOL di Pelabuhan Tanjung Intan dimulai dari truk berada di penampungan sementara. Saat menunggu antrian (bisa dalam jam atau hari), tidak terdapat fasilitas memadai bagi pengemudi, lalu pada saat loading barang digunakanlah pengemudi tembak hingga membawa kendaraan keluar dari kawasan.
Menurutnya, dampak pemberantasan pungli di Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta) beberaap lalu berimbas di Pelabuhan Tanjung Intan. Untuk sementara waktu, memang praktik pungli sudah hilang.
“Besaran pungli Rp 250 ribu untuk pengemudi tembak dan Rp 500 ribu – Rp 700 ribu untuk parkir dan jasa keamanan selama truk berada di penampungan sementara. Supaya tidak terulang lagi, perlu peran serta masyarakat ikut mengawasinya,” ujar Djoko.
Selama ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub sudah berupaya untuk melakukan penindakan terhadap praktek truk ODOL, namun tidak menunjukkan hasil yang berarti.
Kata Djoko, pemberantasan pungli itu hanya dilakukan oleh Dijenhubdat tanpa ada upaya penegakan hukum di jalan raya oleh Polri sehingga harus diakui selama ini penegakan hukum di jalan raya masih sangat lemah.
Terlebih di masa pandemi, tidak dilakukan tindak pelanggaran atau tilang oleh Polisi Lalu Lintas terhadap truk ODOL yang berlalu lalang di jalan raya.
Dengan dibiarkan seperti sekarang, telah terjadi pembiaran yang sudah kronis. Saat ini, truk memuat muatan lebih dengan dimensi yang berlebihan sudah dianggap hal biasa.
Di samping itu, lanjutnya, ada sejumlah oknum pengemudi truk yang telah mengancam keselamatan petugas yang mengatur lalu lintas di jalan karena tidak mau masuk fasilitas penimbangan kendaraan atau jembatan timbang.
Ada pula praktik kongkalikong antara oknum pengemudi dan oknum pengusaha pemilik barang untuk membawa muatan lebih tanbpa diketahui pemilik kendaraan barang.
“Polri mestinya turut mendukung penegakan hukum (gakkum) di jalan raya, karena ini kewenangannya. Jika penegakan hukum gencar dilakukan oleh Polisi Lalu Lintas, niscaya pungli dan truk ODOL pasti akan berkurang dan berakhir,” kata Djoko.